Selasa, 25 November 2008

LAMPUNG GUDANG ULAMA, SEBUAH OBSESI


M. Afif Anshori
Direktur Eksekutif Ikatan Jaringan Kerja Sama (Ikrama) Pondok Pesantren se-Lampung, Dosen Pascasarjana IAIN Raden Intan, Bandar Lampung

Ada catatan menarik dari perhelatan Pilkada Lampung yang digelar 3 September lalu: Program isu yang disampaikan Sjachroedin Z.P. Salah satu program yang menarik dicermati, Lampung akan jadi gudang ulama.

Di komunitas pondok pesantren, isu tersebut mampu menyedot perhatian tersendiri karena menunjukkan perhatian terhadap lembaga pendidikan pesantren sebagai wahana memproduk ulama yang sementara ini terpinggirkan. Tampaknya, isu tersebut bukan sekadar jargon kampanye melainkan sebuah konsep, gagasan orisinal yang selama ini terabaikan para pemimpin negeri.

Pengertian Ulama

Kata 'ulama berasal dari akar kata 'alima-ya'lamu-'ilman. Artinya mengetahui/pengetahuan; lawan dari kebodohan (dhiddu al-jahl). Isim fa'il-nya 'alim dan bentuk jamaknya 'alimun, 'ullam atau 'ulama; maknanya orang berilmu; lawan orang yang bodoh atau yang tidak berpengetahuan (dhiddu al-jahil).

Jika pengetahuannya luas sekali dikatakan 'allamah. Artinya sangat ahli/sangat berpengetahuan. Bentuk superlatifnya 'alimun.

Salah satu sifat Allah swt. adalah 'Alim (Mahatahu) atau al-'Alim (Yang Mahatahu). Adapun kata al-'ulama dinyatakan dalam firman Allah: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama (QS al-Fathir [35]: 28).

Kata ulama juga tercantum dalam sejumlah hadis. Semuanya menggunakan makna bahasa di atas. Jadi, pengertian ulama mencakup semua orang yang berpengetahuan dan ahli ilmu.

Penyebutan takwa pada ayat Alquran di atas hanya untuk memberi batasan bahwa ulama haruslah beriman kepada Allah dan secara lahir menunjukkan tanda-tanda ketakwaan. Jadi, islamolog yang tidak beriman pada Allah tidak masuk kategori ulama.

Untuk batasan kedua, ulama adalah mereka yang mewarisi nabi. Kiai Ahmad Siddiq, Situbondo, menyatakan "yang diwarisi ulama dari nabi adalah ilmu dan amaliahnya yang tertera dalam Alquran dan hadis".

Dengan batasan ini, ahli-ahli ilmu lain yang tidak berhubungan dengan Alquran dan hadis tidak masuk kategori ulama. Kiai Ahmad mengistilahkan kelompok ahli itu sebagai zu'ama.

Tugas Ulama

Tak ada yang bisa membantah bahwa agama berisi ajaran-ajaran mulia dan agung. Di Indonesia, ajaran-ajaran agama senantiasa didakwahkan dalam setiap waktu dan kesempatan. Namun pada saat yang sama, pelanggaran agama selalu muncul, bahkan dalam kualitas dan kuantitas yang tak terukur.

Banyak orang salah kaprah. Menganggap agama sebagai sesuatu serbabisa. Padahal, sebagai doktrin, ajaran, atau aturan main berfungsi atau tidaknya sangat tergantung siapa yang mengaktualisasikan.

Munculnya beragam penyakit sosial bukanlah semata-mata disebabkan kesalahpahaman atau disfungsi agama tetapi lebih karena faktor sistemik terutama sistem politik yang secara signifikan sangat berpengaruh dan (bahkan) bisa mengintervensi serta memaksakan kehendak pada semua warga.

Seorang ulama sekaligus juga seorang politisi. Ia senantiasa memperhatikan dan mengurusi urusan-urusan umat. Ulama mengurusi urusan umat bukan dengan kekuasaan, tetapi dengan keilmuan.

Ulama harus menjadi orang yang mengamalkan ilmu; senantiasa menyuarakan kebenaran, cinta kebaikan, memerintahkan kemakrufan, dan mencegah kemungkaran. Ulama harus mengajarkan dan menjelaskan kebenaran dan keadilan pada penguasa sekaligus menyeru penguasa menerapkan Islam secara benar, konsisten, adil serta menghiasi diri dengan akhlak Rasul saw.

Kebinasaan bagi umat jika ulama malah menjadi yang sebaliknya: Terkooptasi kekuasaan dan penguasa. Mereka malah menjadi ulama as-salathin yang menjadi stempel penguasa menjustifikasi keburukan, penyimpangan, dan kezaliman penguasa.

Untuk menghindari hal itu para ulama salafus®MDUL¯ cenderung menjaga jarak dengan penguasa; tidak mau mendatangi dan mengetuk pintu penguasa. Bukan mereka yang datang kepada penguasa; sebaliknya, penguasalah yang datang kepada mereka untuk mendapatkan nasihat, kritikan, dan pencerahan.

Kalaupun mereka mendatangi penguasa bukanlah untuk mendekati penguasa, tetapi untuk melakukan amar makruf dan nahi mungkar; apalagi ketika penguasa banyak melakukan keburukan, penyimpangan, dan kezaliman. Mereka ingat akan peringatan Rasul saw: "Siapa saja yang mendatangi pintu-pintu penguasa ia akan terjerumus ke dalam fitnah. Tidaklah seorang hamba bertambah dekat dengan penguasa, kecuali ia bertambah jauh dari Allah" (H.R. Ahmad).

Gudang Ulama

Jelas, betapa penting keberadaan ulama yang berfungsi sebagai motivator, dinamisator, bahkan inovator pembangunan. Sangat disadari bahwa materi, metode, sistem, dan strategi penyiaran agama yang dilakukan para ulama, kiai, dan tokoh agama sebagai pelaku dakwah dapat berpengaruh, baik positif maupun negatif bagi pembentukan opini, sikap, dan perilaku masyarakat.

Secara psikologis, pengajaran agama yang bernada negatif tentu saja akan menimbulkan opini, sikap, dan perilaku negatif. Hal sebaliknya, yang bernada positif dengan sendirinya akan menimbulkan opini, sikap, dan perilaku positif. Karenanya, maju mundurnya pandangan masyarakat sangat tergantung bagaimana peran kiai/ulama menyampaikan pesan dakwah. Karena itu, posisi ulama di tengah-tengah masyarakat menempati posisi sangat strategis.

Pondok pesantren, pada hakikatnya, merupakan elemen strategis mengawal proses perubahan. Sejak lama, pesantren menjadi sumber pengetahuan masyarakat di sekitarnya dan kiai hingga saat ini masih diposisikan sebagai sentra figur di masyarakat.

Kalau dilihat dari sisi sejarah, pesantren memiliki andil besar dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Banyak tokoh pejuang bahkan pahlawan kemerdekaan yang lahir dari kalangan pesantren. Maka, melihat begitu besar peranan pesantren dalam kehidupan masyarakat, menjadi penting mengoptimalkan peran tersebut dalam konteks sosial kemasyarakatan.

Provinsi Lampung merupakan daerah transmigran yang memiliki pesantren terbesar di luar Pulau Jawa dan perkembangannya sangat pesat. Hingga saat ini, terdapat tidak kurang 600-an pesantren yang tersebar di provinsi ini. Dengan jumlah penduduk Lampung yang hampir 7 juta jiwa, diharapkan keberadaan pesantren mampu mengembangkan potensi masyarakat.

Dalam rangka suksesnya pembangunan masyarakat Lampung, pemda harus mampu menggandeng dan memfasilitasi para ulama, bahkan "calon ulama" yang dikader di pesantren; apakah dengan pembangunan akses infrastruktur ke pesantren di perdesaan, pelatihan life skill, pemberian bantuan modal usaha, dan sebagainya. Bahkan harus dimasukkan dalam salah satu program pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

Apabila ini direalisasikan, bukan tidak mungkin Provinsi Lampung benar-benar akan menjadi gudang ulama. Allahu a'lam.

Tidak ada komentar: